Kelas Inspirasi: Mengajar Sehari, Gagal Move-on Berhari Hari

Sesuatu… kalau teringat satu hari penuh energi itu. Benar, kelas inspirasi magetan 2 ini memang bukan kali pertama yang saya ikuti, tapi rasanya selalu sama. Selalu jatuh cinta, lagi dan lagi. Persis layaknya orang kasmaran yang akan selalu deg-degan bertemu sang pujaan. Deg-degan itu jualah yang membuat saya kelimpungan dari sejak pertama dinyatakan lolos menjadi relawan pengajar. ‘Kok saya tidak dimasukan ke grup ya? padahal rombel  lain sudah pada tau tempat inspirasinya.’ Saya sudah mulai riweh tanya sana-sini hahahah (konon fasilitatornya sedang sibuk atau saya yang kelewat antusias).

Perasaan tidak enak tidur itu juga melanda tatkala menjelang hari briefing, terlebih saat menjelang hari inspirasi. Sudah membawa senjata (peralatan dan game fun untuk hari inspirasi) tapi rasanya kok gak pede nanti kalau dicuekin sama anak-anak. Hahaha. Plus agak phobia juga sih kalau-kalau saya teralu rempong dan akhirnya terlambat berangkat. Sampai tidurpun jadi sering terbangun.

But yeaayyyyyy....all the worrier thingy was outta hell :D

Pagi itu dengan semangat membara *halah* saya telah tiba jauh sebelum upacara bendera hari senin dimulai, sstttttt bahkan para guru belum banyak yang hadir hihihi. Jadi masih sempet strethcing dan mengatur nafas sebelum  chaos hahaha. Sempet bantuin murid-murid yang kala itu dinobatkan menjadi petugas upacara. Ada yang curhat deg-degan karena baru kali pertama, soalnya biasanya kan kelas enam (yang kala itu sedang try out). Saya langsung menyemangati doonggg (padahal mereka tidak tahu kalau saya juga deg-degan mau ngajar mereka hahaha). Udah SKSD ajah sama anak-anak ikut pasang-pasang selempang dan seru-seruan sebelum upacara dimulai. Itung-itung proses adaptasi biar di kelas tidak kagok. Sampai pada suatu moment yang membuat saya kaget lantaran ada anak yang tiba-tiba bilang ‘kak selfie kak selfie’ ohhh my.... sudah sederas itukah arus globalisasi dan modernisasi?

Upacara di SDN Kraton 1 berjalan lancar dan disambung dengan perkenalan saya, pak Budi yang seorang Dosen, dan Yekti yang berprofesi sebagai deputy secretary, juga munif sang fotografer, benty, dede dan riska sebagai fasilitator. Kemudian dilanjutkan dengan fun game dan ice breaking yang telah disiapkan oleh fasilitator sampai begadang. Thanks ya teman-teman fasil *kisskiss*

And the story began... jenggg jenggg...

Tibalah saatnya masuk ke kelas. Sayapun membagikan kertas warna warni yang telah saya potong menjadi sebuah bintang, yang kemudian diisi nama dan cita-cita kemudian ditempel di baju anak-anak. Simpel aja, agar memudahkan saya memanggil anak-anak saat proses KBM berlangsung. Tapi entah di kelas berapa ada yang nyeletuk ‘kok bintangnya miring buuu...?!’ *tetoootttttt* nahloh *krikkrikkrik* buahahahahhahah setua itukah saya nak....motong bintang aja gagal. Pppfttt.

Selain berkenalan dan memotivasi, saya juga mengajak mereka praktek langsung. Model role play ini sengaja saya pilih karena pasti bingung ngejelasin istilah broascast untuk anak-anak seusia mereka. Awalnya sih malu-malu, namun suasana mulai riweh saat saya mengeluarkan peralatan beserta name tag yang telah saya desain sesuai nama sekolah, KRATON TV. Biar ada sense of bellonging-nya gitu, jadi mereka akan lebih semangat melakukan praktek menjadi seorang broadcaster di stasiun TV mereka sendiri.

Saya pun membagi peran masing-masing secara bergantian, ada yang menjadi reporter/ presenter, ada yang bertugas menjadi audioman/ floor director, ada yang saya nobatkan menjadi cameraman, dan narasumber. Dan mulailah proses shooting berlangsung. Anak-anak seneng banget dan berjalan sesuai ekspektasi saya. Pada pinter-pinter lohh, yang jadi reporter pun lancar banget ngomongnya (baca: centil) di depan kamera haha. Bahkan di kelas atas, usai pelajaran karena ada jeda istirahat saya mengajak mereka berfoto bersama. Namun ada satu anak yang ngotot gak mau difoto, katanya ‘saya mau jadi tukang foto saja bu!’ akkkkkkk kamu sungguh telah menjiwai peran seorang cameraman sejati nak *melted* 

Namun prahara itu datang juga takkala saya mengajar kelas bawah, kelas satu dan dua. Awalnya sih mulus yaa... mereka semua praktek, sampai munculah sang anak yang berkebutuhan khusus dan hiperaktif, jadilah mikrofonnya dibawa lari-lari. Ketika berhasil membujuk, ehhh giliran headphone yang dibawa anak lain entah kemana, lahh gagal dah prakteknya karena mereka malah jadi merajuk dan memegangi kedua kaki dan tangan saya sampai saya tidak bisa ngapa-ngapain -_-. Bahkan temen-temen fasilitatorpun sampai kehabisan ide untuk menjinakkan mereka hahahaha. Akhirnya diajak nyanyi, tapi sebentar saja mereka juga sudah buyarrr, alhasil inti dasar untuk memotivasi dan menanamkan nilai meraih mimpi kayaknya gatot deh di kelas buncit ini.

Saya seketika teringat pesan dinas pendidikan tatkala briefing, masih banyak orang tua yang kurang paham bahwa anak yang berkebutuhan khusus itu akan lebih terarahkan ketika dia disekolahkan di sekolah yang tepat. Namun tidak bisa dipungkiri anggapan bahwa memasukkan anak di sekolah luar biasa masih menjadi semacam hegemoni tersendiri di kalangan masyarakat awam. Bahkan saya sempat speechless ketika menjelang pamitan ada seorang anak yang awalnya sempat ngambeg dan menangis di kelas, mendatangi saya. Saat saya bertanya apakah dia menunggu dijemput, dia bilang orangtuanya ke luar negeri, dan seketika saya menangkap perubahan ekspresi di wajahnya.

Ya Tuhan, dunia ini memang sungguh paradoks. Sungguh tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia masih menyimpan sejuta ironi. Salah siapa? Disinilah perlunya kita turun tangan, karena ada hal-hal yang tidak terjamah oleh sekolah maupun pemerintah. Mereka sudah punya segudang tanggungan, apa salahnya kalau kita membantu? Walau hanya sehari?

Karena di dunia ini ada hal-hal yang tak bisa dibeli. Waktu, kesempatan, kesehatan, umur yang bermanfaat, dan kepuasan batin. Harta memang bisa dicari, tapi kepuasan batin itu adalah riski. Harta memang bisa hilang, namun pengalaman akan terus terkenang. Dan kau akan mendapatkannya, riski kesehatan, kesempatan, kepuasan batin dan hal-hal tak ternilai lainnya, saat bersama menggerakkan segenap jiwa di kelas inspirasi. Ada perasaaan haru, jatuh cinta, bangga, sekaligus percaya.

Ya, kelas inspirasi membuat saya percaya, masih ada manusia-manusia mulia di dunia ini, di tanah airku Indonesia. Hal sensitif yang sepertinya sudah mulai terlupakan karena banyaknya konspirasi di negeri ini. Namun sekali lagi kelas inspirasi membuat saya percaya. Percaya bahwa setiap kita meng-upgrade diri menuju kebaikan, maka kita akan terus dikumpulkan dalam kebaikan. Yang awalnya ingin datang menginspirasi, pulang justru membawa sejuta inspirasi. Puluhan relawan yang secara sukarela datang dari berbagai latar belakang, warga sekolah yang  telah sabar melanjutkan tugas kependidikan, wajah-wajah polos anak-anak yang tak kenal gusar. Semuanya membuat saya percaya bahwa mimpi itu nyata, selama kita terus percaya, berupaya, dan berdoa. Dan semuanya membuat saya ‘gagal move on’. Karena selalu ada rasa rindu untuk berbagi, untuk merasakan atmosfer positif yang apa adanya. Semuanya membuat saya merasa, masih banyak mimpi yang patut dikejar.

So, sudahkah kamu berbagi? Tidak harus di sini, banyak cara untuk memulai sebuah perubahan. Karena tidak ada rumus pasti dalam sebuah perubahan. Yang perlu dilakukan adalah memulainya dengan turun tangan. Bila tak sanggup turun tangan, bolehlah iuran doa. Jika masih tak mau iuran doa. Cukuplah dengan berhenti berprasangka buruk. Dan biarlah campur tangan Tuhan menentukan.

Indonesia butuh kalian semua :))))))

Tulisan :
  Hesti Setyowati
  Relawan Pengajar Kelas Inspirasi Magetan #2
  SDN Kraton 1, Kecamatan Maospati, Kabupaten Magetan
Previous
Next Post »

2 komentar

Click here for komentar
Lina Astuti
admin
August 7, 2015 at 6:12 AM ×

Terima kasih. Kalian luar biasa. Sungguh! :)

Reply
avatar
Lina Astuti
admin
August 7, 2015 at 6:23 AM ×

Terima kasih. Kalian luar biasa. Sungguh! :)

Reply
avatar

Kelas Inspirasi

Berhenti mengeluh tidaklah cukup.

Berkata-kata indah dengan penuh semangat juga tidak akan pernah cukup.

Semua orang dapat turut ambil bagian dalam gerakan ini.

Lakukan aksi nyata.

Sekarang.

(Indonesia Mengajar)